Kalo bukan karena adek gue lolos jalur seleksi bidik misi, pasti hari rabu kemarin gue ndak bakalan pulang ke desa. Keperluan gue pulang kemarin, bantuin adek-adek gue nyiapin berkas kelengkapan beasiswa bidik misi yang harus segera di up-load via online. Meski pun harus ngeporsir tenaga ekstra untuk wara-wiri. Untungnya tenaga gue sekuat Agung Herkules lagi ngangkat Candi Borobudur. Dari Surabaya jam 9-malam, sampek di rumah jam 5-pagi membuat badan gue…, lemes. Baca lebih lanjut
Tag: Blogger Panggul
Suara Senyap Pak Camat Dan Kenalpot Brong
Sejak kapan pergi ke belakang, di identikkan dengan pup (baca: ngiseng). Tidak ada yang tau kejadian persisnya. Sama halnya, dengan, sejak kapan perayaan tahun baru di identikkan dengan kembang api dan mercon. Juga tidak ada yang tahu. Zaman kolonial belanda, ketika nenek gue masih semuda dengan Luna Maya, perayaan tahun baru hanya menggunakan obor bermerk oncor yang terbuat dari, bambu sebatang ros, dengan berbahan bakart gas minyak tanah. Lalu, pada tengah malam tiba (entah jam berapa, karna waktu itu belum ada jam), oncor itu di tiup dengan pipi yang menggupal penuh udara. Puh…. biyar pet. Kemudian tidak ada pesta makan-makan, hanya ada, kain bernama jarek lalu krukupan, dan tidur pulas sampek pagi tiba. Baca lebih lanjut
Di Tolak Sebelum di Tembak
Laki-laki memang di ciptakan untuk mudah jatuh cinta pada seoroang gadis, bagi seorang pria normal, hanya butuh lima detik, untuk terpesona ketika melihat cewek yang, punya penampilan menarik. Dengan perincian fisik, seperti kulit putih setara dengan sego upo nek tamper, body sekelas Melinda Dee yang gagal operasi implan payu dara, dan rincian berikutnya, seksi seperti model Aura Kasih, sisanya mematok kriteria bokong semok medal-medol seraya minta di grepe. Kadang di tahap ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, bisa karena sekedar jatuh cinta atas dasar mengangumi, atau kemungkinan berikutanya, jatuh cinta karna nafsu belaka berdasarkan proses instan ketertarikan kondisi fisik. Baca lebih lanjut
Lidah Petani di Meja Eropa
Namanya Rella, nama lengkapnya Rella Febriana. Namanya cukup populer di level kota kecil, sekelas kecamatan Panggul, semenjak rambut keritingnya lima tahun yang lalu, hingga kini berubah menjadi model seperti iklan shampo, ke populerannya naik beberapa peringkat. Semenjak dia sudah mulai bisa dandan, dan merapikan rambut, paras cantiknya tidak bisa dibendung. Yang lebih menarik, di area pipinya tanpa meggunakan sentuhan bedak cap Zebra Kros. Yes, natural. Baca lebih lanjut
Jomblo Penunggu Kandang Kambing
Hampir genap tiga tahun gue menamatkan jenjang SMA. Selama itu pula, gue belum pernah merasakan nikmatnya kencan malam minggu dengan seorang gadis. Sungguh, kemirisan yang teramat pilu, plus hina. Tapi yang jelas, gue laki-laki tulent dengan seperangkat senjata meriam yang masih berfungsi. Tidak bisa di pungkiri, kadang kala kesepian itu cukup mengusik ketenangan.
Beruntunglah, ada cara lain mengusir sepi dengan meniti kesibukan. Saat itu kandang belakang rumah berisi seekor kambing pesolek bergender betina. Profesi bapak, dan ibuk, sebagai algojo alias penjagal hewan, memaksanya untuk punya peliharaan penjaga kandang. Peran kambing betina di dalam kandang, cukup untuk menenangkan puluhan ekor kambing jantan yang haus akan belaiaan di kala malam. Praktis dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dengan sukses, kambing betina itu menjadi madu di sarang penyamun, hingga perutnya pun bunting.