Di Tolak Sebelum di Tembak

IMG-20180402-WA0049

karya kang: @ibnuharits99

Laki-laki memang di ciptakan untuk mudah jatuh cinta pada seoroang gadis, bagi seorang pria normal, hanya butuh lima detik, untuk terpesona ketika melihat cewek yang, punya penampilan menarik. Dengan perincian fisik, seperti kulit putih setara dengan sego upo nek tamper, body sekelas Melinda Dee yang gagal operasi implan payu dara, dan rincian berikutnya, seksi seperti model Aura Kasih, sisanya mematok kriteria bokong semok medal-medol seraya minta di grepe. Kadang di tahap ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, bisa karena sekedar jatuh cinta atas dasar mengangumi, atau kemungkinan berikutanya, jatuh cinta karna nafsu belaka berdasarkan proses instan ketertarikan kondisi fisik.

Proses jatuh cinta pada pandangan pertama, yang keluar dari pelupuk mata, sebenarnya cukup ajaib. Alam semesta, seakan-akan membuka konspirasi besar, hingga membuat hal-hal yang tidak mungkin, menjadi serba kebetulan. Bagi sebagian kecil kaum adam, jatuh cinta bisa dengan muda saat di perkenalkan dengan teman barunya di kampus. Bagi sebagian kaum adam yang lain, jatuh cinta di awali saat, mereka berpapasan di toilet umum sewaktu minta sebuah selembar tisu basah. Yang lebih unik, di film sekelas Titanik, pertemuan Jack dan Rose Dowsen terjadi di atas gelanggang kapal, sewaktu Rose berniat bunuh diri nyebur ke laut. Kalo alam semesta sudah berkehendak, kebetulan yang semula mustahil, menjadi serba ajaib.

Temen gue, Rella sapaan akrabnya, orang yang paling sering menolak cowok lantaran kencatikan-nya membuat mata hati para laki-laki bujang (baca: jomblo) kepincut. Ketangkasannya menolak pria, hingga merasa cintanya kandas, di tolak dan jatuh gagal, patut di ganjar rekor Adipura oleh Museum rekor Indonesia. Sewaktu gue memasuki semester akhir — di pangkuan dosen pembimbing — Rella pernah gue kenalkan dengan teman dekat gue, anak kontraktor jebolan engginering dari kampus tersohor. Tapi kok, ya maklum, Rella termasuk gadis dengan tipikal komunikasi yang buruk.

Misal kalo di bbm anak engginering berlabel kontraktor, tadi. “Lagi ngapain Rell?”. Rella bakal membalas dengan kalimat pendek. “Lagi nonton tv mas!”. “Nonton acara apa-an?” “Iya nonton tv, lah mas!’ kemudian, si anak kontraktor itu, buru-buru ngabari gue. “Cup, gila opo kowe, masak cewek turunan anak tarsan begitu, kamu kenalin aku.” dengan jurus strategi menyelamatkan muka, gue akan bilang dengan kalimat sakti. “Dia lagi PMS, kali Mas, harap maklum!”

Rella merupakan tipikal cewek yang cuek, dan dingin. Kalo ndak di dulet, dia ndak mau dulet balik. Mood-nya menjadi penentu, kelancaran komunikasi dengan lawan jenisnya. Dan cara ampuh, menjalin komunikasi dengan cewek seperti ini adalah, sewaktu dia lagi shoping ke Mall, kemudian ia melakukan risent update di accaount bbm-nya, tugasnya cowok yang pengen deket, cuma satu hal yang harus dilakuin: komentarin, lalu pujilah dengan kalimat membesarkan, “Ciye lagi, belanjaa ya, hayo ngutang, ya tadi pakek kartu kredit?’. Beberapa menit kemudian, simbol centang akan berubah menjadi “R”, dan klik. Account kalian akan di delcount dari daftar kontak.

Aneh memang, jika cuek berlangsung terus menerus, niscaya, kejombloan akan semakin menjadi karatan. Salah satu penyebab utama Rella sukses menjomblo menahun bertahun-taun, adalah, karna sifat kecuekannya terhadap lawan jenis, hingga membuat cowok ndak betah ketika di ajak ngobrol lewat bbm. Dan, laki-laki dengan posisi yang sudah mapan sekali pun, bakalan enteng dengan bilang, seperti berikut ini. “Ah, gitu aja cuek, masih banyak cewek-cewe di luar sana, yang mau sama gue!’’.

Pada suatu kesempatan, tidak lama setelah perkenalan dengan mas-mas engginering— pasca gue patah hati — gue sempat denger ceritanya, kalo sekarang posisinya Rella, lagi ada yang deketin, seorang putra pejabat setingkat kecamatan, yang lagi berusaha menjinak kan isi hatinya. Rella bercerita panjang lebar, mengenai awal perkenalan-nya dengan anak pejabat itu. Semula perkenalan itu, ajaib, dan terjadi tidak semestinya, hanya dikenal kan oleh saudara sepupunya melalui pesan singkat blackberry mesengger. Lalu, laki-laki anak pejabat itu, ngobol tanpa sekat dan cenderung bersikap ugal-ugalan dengan mimik muka “oh, gue kan tajir, siapa aja pasti mau sama gue’’. Untumu sempal kui mas.

“Lah, foto Dp bbm-nya kelihatan begundal ngono kok, Cing, keliahatan gejalane, tuh–ituh, ngrokok saja di paaamerin segala,” komentar gue setelah mengecek, foto yang terpasang display picture bbm-nya, sambil lesehan di ruang tamu rumah mbak Yayuk (baca: buleknya).

“Bener, lagiyan aku ndak demen cowok doyan ngrokok, lha mosok toh, Cong, bilang ke aku, katanya pas kuliah dulu di kota S…., (demi kenyamanan kita semua, kota terpaksa saya kosongkan) pernah jajan, nginep di hotel sama cewek, intinya, melakukan hubungan layaknya suami istri, terus ngakunya sekarang sudah mandek”

Gue seketika langsung terhenyak hebat. Bantal yang semula gue pangku sontak gue sisihkan ke samping. “Gendenggg opo Cing, kui namane laki-laki hidung belang, kalo menganggap wanita bisa dibeli dengan rupiah, lha terus, gimana letak menghargai martabat seorang perempuan, terutama calon istrinya nanti?” gue mengajukan pertanyan balik, seryaya mengajaknya beradu argumen: sengit.

Sek, sek,sek, ghini Cong” kata Rella. “Lagiyan, sopo juga yang mau sama laki-laki yang doyan kumpul kebo, meski pun dia anaknya orang kaya, ora jaminan sukses nanti!”

“Lha kok iso ngomong begitu kamu Cing?”

“Mau sukses bagaimana toh, wong kuliah aeh sering di tinggal pulang, lha ini anaknya di rumah, padahal usianya sudah di atas kita lo, kayak gak punya greget, gak punya daya dobrak buat masa depan-nya, mosok mau ngarepin warisan orang tuanya doang. Mana bisa di bilang laki-laki tangung jawab kalao begitu?’

Gue balas racauan itu dengan kalimat tajam. “Lha terus di rumah dia kesibukkanya apa to?”

“Nyupir trek……, milik bapaknya!’

Di tengah obrolan yang hingar-bingar, dan seru, mendadak tedengar bunyi telfon, yang tergelat di atas meja, begitu kita tengok sebentar, ternyata yang telfon laki-laki anak pejabat itu. Rela buru-buru, memencet tombol hijau terang, lalu menyembul suara dari seberang sana.

“Haloo, Rella?”

“Iya, hallo Mas”

“Lagi diamana?”

“Di rumah, Mas!’.

“Gak keluarr, jalan-jalan gitu?”.

“Gak, Mas!’

Klik. Telfon itu berakhir, tanpa obrolan panjang. Sikap cuek Rella menjadi jalan buntu, antara percaapan si anak pejabat yang mencoba meluluhan gadis jomblo menahun. Namun rupanya gagal. Seandainya, gue ada di pihak sana, pasti gue bakal malu sehabis-habisnya, lha wong belum nembak saja, kehadirannya sudah di tolak kok. Tapi si anak pejabat itu, kok ya masih tetep ngeyeeeeeeeeel. Patut di tanyakan, kengeyelannya dalam rangka apa, motif-nya apa. Iya toh?.

“Urat saraf malunya, sudah putus kali, Cing” komentar gue. Dia terhenyak meninggalkan tempat duduknya, lalu mengilang dari balik kain korden antara sekat ruang tamu dan ruang keluarga. Tiba-tiba terdengar suara sendok yang terjatuh, berbenturam dengan keramik lantai. Klutik… Klutik. Tidak butuh, waktu yang lama, dia menyembul lagi dari balik korden.

“Coba kalo ngeyelnya itu, buat kuliah, pasti aku mau, Cong?’ balasnya, sambil meletakan segelas sirup es yang mengembun di atas meja. “Sirupnya di micum ya, Cong, hasil karya saya sendiri lo,” katanya, sok manis.

“Salahmu sendiri, Cing, makan-nya kalo naruh DP– di bbm, yang jelek-jelek aja biar ndak ada yang ngelirik, toh, hasilnya sampai sekarang yo tetetp jomblo kan?” kata gue, sambil melejitkan bahu.

“Ketimbang sampean, gawe opo mukak ganteng, tapi di kecewain anaknya Pak Kepapa sekolah!”

“Gundolmu cepot kui!” jawab gue, sejujur-jujurnya sangat sewot sekali.

Belakangan, setelah gue kasih tau perihal kemapaan karier anak engginer tadi, Rella menyesal sedalam-dalamnya, musababnya posisi pekerjaanya di pulau Batam sana, hampir menduduki level menengah setingkat manager. Kemapanan financial-nya, nyaris tidak bisa di ragukan lagi. Gue kira, untuk membelikan bedak saja lebih dari sekedar cukup, bahkan malah ciblon (baca: mandi bedak). Karna letak kecantikan, kemolekan, dan apapun itu, yang berhubungan dengan paras cantik, di dukung dari isi dompet sang suami yang handal dalam mencari nafkah. Akhirnya, dia (Rella) masih jomblo sampai sekarang, entah sampai kapan dia mengakhiri masa lajangnya di tengah gempuran tekanan sang ibu kandung yang rutin merengek bilang.

“Rella, temenmu, sudah banyak yang nikah lo, terus kapan sampean punya pacar nduk?”

 Ajur.!.

***

 

 

6 respons untuk ‘Di Tolak Sebelum di Tembak

Monggo pinarak?